Jumat, 07 Juli 2017

PDP METODE NUMERIK



Tugas Kelompok Metode Numerik


PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL (PDP)
Description: 11






                                                             Oleh :
                                                        Kelompok 8
                                                           Kelas B

Rahmat Setiawan                  1407111947
Doni Ari Dirgantara             1507113655
Dina Citra Naomi                  1507121840
Riski Sandi Harahap            1507117759
Yuli Piana Dewi                    1507112359






PROGRAM SARJANA TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
KATA PENGANTAR

Metode Numerik merupakan mata kuliah wajib Semester VI pada program studi S1 Teknik Kimia dengan beban 3 SKS. Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan masalah matematis teknik kimia secara numerik.Makalah PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL (PDP)
 ini disusun untuk memenuhi nilai tugas pada semester VI mata kuliah Metode Numerik. Makalah ini disusun berdasarkan hasil studi pustaka dan diskusi kelompok.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran yang sifatnya membangun sebagai bahan pertimbangan untuk penulisan makalah di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan pendidikan dan bermanfaat bagi kita semua terutama bagi mahasiswa Teknik Kimia, Universitas Riau.

                                                                          

Pekanbaru, juni 2017
                                                                                   


Penulis








8.1 Persamaan Diferensial Parsial
       Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial parsial.
Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam penggambaran keadaan fisis, di mana besaran-besaran yang terlibat di dalamnya berubah terhadap ruang dan waktu. Di dalam pembahasan tentang persamaan diferensial biasa, variabel bebas yang terlibat dalam masalah hanya satu, sedangkan untuk persamaan diferensial parsial variabel bebas berjumlah lebih dari satu.
Ordo turunan tertinggi dinamakan ordo persamaan tersebut. Baik persamaan diferensial biasa maupun parsial dapat digolongkan sebagai linier atau taklinier. Sebuah persamaan diferensial disebut linier apabila persamaan itu berderajat satu dalam peubah biasanya dan turunan parsialnya. (hasil kali tidak dibolehkan). Bila tidak memenuhi syarat ini, persamaan tersebut adalah taklinier. Jika setiap suku persamaan demikian ini mengandung peubah tak bebasnya atau salah satu dari turunannya, maka persamaan itu dikatakan homogeny dan bila tidak dikatakan tidak homogen,bentuk umum dari persamaan differensial parsial ini adalah:
Orde dari persamaan diferensial parsial ini adalah turunan tertinggi muncul pada persamaan diferensial parsial tersebut.
1.      Persamaan differensial orde 1

2.      Persamaan differensial orde 2

3.      Persamaan differensial orde 3

Selanjutnya, persamaan diferensial parsial juga dibagi menjadi tiga jenis, yaitu persamaan diferensial eliptik, parabolik, dan hiperbolik. Misal, diberikan suatu persamaan diferensial parsial orde dua dalam variable ruang x dan waktu t,
di mana A, B dan C merupakan fungsi dari x dan t, sedangkan D adalah fungsi dari u dan derivative   dan  ,serta x dan t. Yang membedakan atas tiga kelas persamaan differensial parsial tersebut pada nilai diskriminan B2-4AC pada persamaan (2.5)
1.      Persamaan differensial parsial dikatakan persamaan hiperbolik jika nilai diskriminan B2-4AC >0
Salah satu contoh persamaan hiperbolik adalah pada persamaan gelombang

2.      Persamaan diferensial parsial dikatakan persamaan parabolik jika nilai diskriminan B2-4AC =0, Salah satu contoh persamaan parabolik adalah pada persamaan difusi dalam bentuk
3.      Persamaan diferensial parsial dikatakan persamaan eliptik jika nilai diskriminan B2-4AC < 0, Salah satu contoh persamaan eliptik adalah pada persamaan Laplace dalam bentuk

Berdasarkan Kondisi batas:
1.      IVP (initial value problem). Bila nilai variable tak bebas atau turunannya diketahui pada kondisi mula mula
2.      BVP (Boundary value problem), bila nilai variable tak bebas atau turunannya diketahui lebih dari  satu nilai variable bebasnya.

8.1.1             Aplikasi Persamaan differensial parsial dalam teknik kimia
A.         Persamaan Difusi
     Misalkan sebuah tabung atau pipa berisi cairan yang tidak bergerak dan sebuah substansi kimia yang berdifusi di dalam cairan. Substansi kimia tersebut bergerak dari daerah yang memiliki konsentrasi tinggi ke daerah yang memiliki konsentrasi lebih rendah. Kecepatan gerak dari substansi kimia tersebut proporsional terhadap gradien konsentrasi. Misal u(x,t) adalah konsentrasi (massa per satuan panjang) dari substansi kimia tersebut pada posisi-x dari pipa pada saat-t. pada bagian pipa 0 sampai 1(lihat gambar 1) massa dari substansi kimia tersebut adalah:
M(t) = = 

            Massa pada bagian ini tidak dapat berubah kecuali oleh adanya perubahan pada aliran masuk (flowing in ) atau aliran keluar ( flowing out). Dengan menggunakan Fick’s Law,
= Aliran masuk – Aliran keluar =-kux (X0,t)-[-kux(x1, t)]
dengan k adalah konstan. Dengan demikian persamaan (2.12) dan persamaan (2.13) sama dengan :

Ruas kanan pada persamaan (2.14) sama dengan  sehingga persamaan (2.14) dapat ditulis menjadi

Ut = kuxx
Persamaan di atas merupakan persamaan difusi untuk kasus ruang dimensi 1. Persamaan difusi atau bisa disebut juga dengan persamaan panas adalah contoh lain dari persamaan diferensial parsial. Konduksi panas diilustrasikan dalam persamaan difusi dengan u(x,t) didefenisikan sebagai temperature pada posisi –x dan pada waktu –t(Riancelona, 2007).
B.     Persamaan Konveksi Difusi
Misalkan pada reservoir dengan panjang x dan ketebalan y kemudian dilakukan injeksi uap dengan temperatur tertentu dan kecepatan V. Pada saat injeksi uap dilakukan, terjadi konveksi di dalam reservoir sehingga panas yang dihasilkan oleh uap tersebut akan berpindah ke minyak. Panas tersebut akan mengurangi viskositas dari minyak tersebut agar mudah terangkat. Bersamaan dengan itu, uap tersebut akan kehilangan panas yang disebut dengan konduksi. Dengan demikian, temperatur dari uap yang diinjeksikan tersebut akan semakin menurun hingga pada nantinya akan sama dengan temperatur reservoir.
Pada reservoir ini, konduksi panas yang bisa diilustrasikan dalam persamaan difusi yang dijelaskan sebelumnya sedangkan konveksi yang merupakan perpindahan dari minyak, air dan uap dari reservoir ke arah sumur produksi diilustrasikan dengan persamaan  sehingga persamaan konveksi dan konduksi panas yang terjadi saat injeksi uap tersebut dapat diilustrasikan dalam persamaan
 = D  , 0<x> tak hingga
Dengan u(x,t) mendefenisikan temperature pada posisi-x dan waktu –t.
Persamaan di atas adalah persamaan konveksi difusi ( Convection Difusion Equation – CD Equation ) atau bisa juga disebut advection difusion equation  atau transport equation. Persamaan konveksi difusi ini juga merupakan salah satu contoh persamaan difensial parsial yang memiliki banyak aplikasi. Persamaan diferensial parsial adalah suatu bentuk persamaan matematika yang mengandung satu atau lebih operator diferensial parsial pada variable bebas dari suatu fungsi peubah banyak (Riancelona, 2007).
8.1.2        Metode penyelesaian PDP Parsial secara numeris
A         Metode beda hingga
Metode beda hingga memiliki tiga persamaan yaitu:
1.      Forward difference
atau    

2.      Backward difference

atau    
3.      Central difference

atau    

Defenisi turunan parsial tingkat 2
atau    

8.2                          Metode Euler

           Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling sederhana. Di banding dengan beberapa metode lainnya, metode ini paling kurang teliti. Namun demikian metode ini perlu dipelajari mengingat kesederhanaannya dan mudah pemahamannya sehingga memudahkan dalam mempelajari metode lain yang lebih teliti.
Metode euler atau disebut juga metode orde pertama   karena persamaannya kita hanya mengambil sampai suku orde pertama saja.
Misalnya diberikan PDB orde satu,
                         = dy/dx = f(x,y) dan nilai awal y(x0) = x0
Misalkan
                        yr = y(xr)
adalah hampiran nilai di xr yang dihitung dengan metode euler. Dalam hal ini
                        xr = x0 + rh,                                  r = 1, 2, 3,…n
metode euler diturungkan dengan cara menguraikan y(xr+1) di sekitar xr ke dalam deret taylor :
y(xr+1)=y(xr)+y’(xr)+y”(xr)+…                  (1)             
bila persamaan di atas dipotng samapai suku orde tiga, peroleh
y(xr+1) = y(xr) + y’(xr) + y”(t),     xr<t<xr+1            
            (2)
berdasarkan persamanan bentuk baku PDB orde orde satu maka
                        y’(xr ) = f(xr, yr)
dan
                        xr+1 – xr = h
maka persamaan 2 dapat ditulis  menjadi
                        y(xr+1)y(xr)+hf(xr,yr)+y”(t)                                  (3)                                              
dua suku pertama persamaan di atas yaitu :
                       
y(xr+1) = y(xr) + hf(xr, yr) ;       r = 0, 1, 2,…,n                                       (4)
atau dapat ditulis                   
yr+1  = yr + hfr
            yang merupakan metode Euler.

8.2.1   Tafsiran geometri  Metode PDP
f(x,y) dalam persamaan diferensial menyatakan gradiaen garis siggng kurva di titik (x,y). kita mulai menarik garis singgung dari titik (x0,y0) dengan gradien f(x0,y0) dan berenti di titik (x1,y1), dengan y1 di hitung dari persamaan 4. Selanjutnya di titik (x1,y1) ditarik lagi garis dengan gradien f(x1,y1) dan berhenti dititik (x2,y2)  dengan y2 dihitung dari
persamaan 4. Proses ini kita ulang beberapa kali, misalnya sampai lelaran ke-n, sehingga hasilnya adalah garis patah-patah seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:


y                                                         y=f(x)


 
                                                                                                             gradient f(xn-1,yn-1)


 
                                        
                                                          
                       


                          x0     x1             x2       x3   … xn-1          xn                               x
                        (Tafsiran geometri untuk penurunan metode PDP)








 
                  y                                                               y(x)
              yr+1 sejati
                     yr+1          
                  yr                                                                   
                                                                                              h
                                                                               xr                          xr+1           x
                        tafsiran geometri untuk penurunan metode euler




pada gambar kedua gradien (m) garis singgung di xr adalah
                       
                       
            Yang tidak lain adalah persamaan Euler.
8.2.2            Analisis Galat Metode Euler
Meskipun metode Euler sederhana, tetapi ia mengandung dua macam galat, yaitu galat pemotong (truncation error) dan galat longgokan (cumulative error). Galat pemotong dapat langsung ditentukan dari persamaan  berikut:
                                                                        (p.5)                                                                                                     
Galat pemotongan ini sebanding dengan kuadrat ukuran langkah h sehingga di sebut juga galat per langkah (error per step) atau galat local. Semakin kecil nilai h (yang berarti semakin banyak langkah perhitungan). Nilai pada setiap langkah (yr) dipakai lagi pada langkah berikutnya. Galat solusi pada langkah ke-r adalah tumpukan galat dari langkah-langkah sebelumnya. Galat yang terkumpul pada akhir langkah ke-r ini di sebit galat longgokan (cumulative error). Jika langkah dimulai dari x0 = a dan berakhir di xn = b maka total galat yang terkumpul pada solusi akhir (yn) adalah
                                    (p.6)
Galat longgokan total ini sebenarnya  adalah
           



8.2.3. Algoritma Metode Euler
Merghitung hampiran penyelesaian masalah nilai awal y
’= f(t,y) dengan y(t0) = y0 pada [t0, b]INPUT : n, t0, b, y0, dan fungsi fOUTPUT : (tk, yk), r = 1, 2, 3, …, n
LANGKAH-LANGKAH:
1. Hitung h = (b – t0)/n
2. FOR r = 1, 2, 3, …, n
Hitung xr= xr-1+ h, yr= yr-1+ h * f(xr-1, yr-1)
3. SELESAI




Contoh Soal 1 :
Diketahui persamaan differensial sebagai berikut:
Dimana CA awal = 1 dan T awal = 300 K, tentukan konsentrasi dan temperatur setelah 100 sekon hingga tiga angka penting jika
Solusi
Langkah 1. Ubah persamaan differensial tersebut ke bentuk
maka   
Langkah 2. Ubah persamaan differensial tersebut ke bentuk Explicit Euler
maka
dimana T0=300 K dan CA0=1 gmol/liter
Langkah 3. Pilih Δt yang tepat untuk menyelesaikan persamaan differensial di atas
Untuk Δt = 0,02

I
T
NA
T
0
1
2
.
.
.
2500
.
.
.
5000
0
0,02
0,04
.
.
.
50
.
.
.
100
1
0,999264
0,998529
.
.
.
0,153627
.
.
.
0,023062
300
300,007358
300,01471
.
.
.
308,463728
.
.
.
309,769376
Jadi, konsentrasi A (CA) dan temperatur (T) setelah t=100 sekon adalah CA=0,023062 gmol/liter dan T=309,769376 K
Berdasarkan tabel di atas dapat dibuat grafik hubungan antara CA dan T terhadap t
Gambar 2.4 Hubungan antara konsentrasi A (CA) dan Temperature (T) terhadap    waktu  

Contoh Soal 2. Diketahui PDB , Dy/dx = x + y dan y(0)=1
Gunakan metode Euler untuk menghitung y(0, 10)dengan ukuran langkah h = 0,05 dan h = 0,02. Jumlah angka bena = 5.diketahui solusi sejati PDB tresebut adalahy(x) = ex– x – 1.
Penyelesaian:
(i) Diketahuia
= x
0= 0
b = 0.10
c = 0.05
dalam hal ini f(x,y) = x + y, dan penerapan metode Euler pada PDB tersebut menjadi
Langkah-langkah:
Jadi,
(bandingkan dengan solusi sejatinya,Sehingga galatnya adalah Galat = 0.0052 – 1.05775 = -1.1030
(ii) Diketahui Dalam hal ini , , dan penerapan metode Euler pada PDB tersebut menjadi hasil=[hasil; x y];endf=exp(b)-b-1;galat=f-y;hasileror=[f galat]
Outputnya yaitu:h = 0.0200
hasil =
0 1.0000
0.0200 1.0200
0.0400 1.0408
0.0600 1.0624
0.0800 1.0849
0.1000 1.1082

eror = 0.0052 -1.1030

Contoh Soal 3. Cari T(9,1) jika diketahui PDP sebagai berikut :
Dimana :         T (0,x) = 0
                        T (t,0) = 0
                        T(t,1) = 25

·         Langkah 1 : Ubah PDP tersebut ke bentuk Explicit
Atau :
j : arah t
i : arah x
·         Langkah 2 : Tentukan ∆t dan ∆x sembarang yang sesuai, lalu hitung  
Misal ∆t = 1
              ∆x = 0.1
delta t
1












delta x
0,1









































I
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

j
t\x
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
25

2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
12,5
25

3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
6,25
12,5
25

4
4
0
0
0
0
0
0
0
3,125
6,25
15,625
25

5
5
0
0
0
0
0
0
1,5625
3,125
9,375
15,625
25

6
6
0
0
0
0
0
0,78125
1,5625
5,46875
9,375
17,1875
25

7
7
0
0
0
0
0,390625
0,78125
3,125
5,46875
11,32813
17,1875
25

8
8
0
0
0
0,195313
0,390625
1,757813
3,125
7,226563
11,32813
18,16406
25

9
9
0
0
0,097656
0,195313
0,976562
1,757813
4,492188
7,226563
12,69531
18,16406
25

10
10
0
0,048828
0,097656
0,537109
0,976563
2,734375
4,492188
8,59375
12,69531
18,84766
25




















8.3. Contoh-contoh kasus dalam teknik kimia dan penyelesaian

1)   Dua buah tangki air tersambung secara seri dan saling berinteraksi. Kecepatan aliran keluar merupakan fungsi akar kuadrat dari ketinggian air, jadi untuk tangki 2 sebagai fungsi  . Akan ditentukan ketinggian h1 dan h2 sebagai fungsi waktu dari t = 0 sampai t=40 menit dengan interval 4 menit. Setelah disusun neraca bahan diperoleh persamaan differensial simultan sebagai fungsi waktu :
Harga – harga parameter yang ada :
β1 = 2.5 ft2.5/menit     β1 = 5/ ft3/menit
A1 = 5 ft2                   A2 = 10 ft2           F= 5 ft3/menit
Dengan kondisi awal pada t = 0, h1 = 12 ft dan h2 = 7 ft
Solusi menggunakan Metode Euler:
Langkah 1. Ubah persamaan differensial tersebut ke bentuk dy/dx = f(x,y)
Langkah 2. Ubah persamaan differensial tersebut ke bentuk explicit euler
yi+1 = yi + ∆x f (xi , yi)
     maka
hi+1 = hi + ∆x
hi+1 = hi + ∆x(



Langkah 3 : Pilih ∆x yang tepat lalu selesaikan
Untuk  ∆t= 4
I
t (menit)
h1 (ft)
h2 (ft)
1
0
12
7
2
4
11,52786
6,665495
3
8
11,11771
6,357934
4
12
10,75433
6,080485
5
16
10,43051
5,832305
6
20
10,14183
5,611301
7
24
9,88482
5,415085
8
28
9,65647
5,241286
9
32
9,454003
5,087661
10
36
9,274844
4,952119
11
40
9,116611
4,832731

2)   Sebuah persamaan isotermal tekanan konstan reaktor batch mengikuti reaksi berikut :
       r
A (g) à 2P (g)
dimana r = 0,1 CA2  [=] gmole/L.sec
Mula – mula reaktor mengandung 0,01 gmole A dan 0.01 gmole dari gas inert pada volum 0,5 L.
Tentukan volum reaktor setelah 25 detik reaksi. Reaktor dijalankan pada unsteady-state dengan persamaan mole balance pada komponen A di reaktor, yielding :
dimana gas dapat diasumsikan sebagai gas ideal, maka :
V = 0,75 – 25 nA [=] L
maka
Solusi menggunakan Metode Euler:
Langkah 1. Ubah persamaan differensial tersebut ke bentuk dy/dx = f(x,y)
Langkah 2. Ubah persamaan differensial tersebut ke bentuk explicit euler
yi+1 = yi + ∆x f (xi , yi)
     maka
Langkah 3 : Pilih ∆x yang tepat lalu selesaikan
Untuk  ∆t= 1 sekon
i
T
nA
1
0
0,01
2
1
0,00998
3
2
0,00996
4
3
0,00994
5
4
0,009921
6
5
0,009901
7
6
0,009881
8
7
0,009862
9
8
0,009843
10
9
0,009824
11
10
0,009804
12
11
0,009785
13
12
0,009766
14
13
0,009748
15
14
0,009729
16
15
0,00971
17
16
0,009692
18
17
0,009673
19
18
0,009655
20
19
0,009636
21
20
0,009618
22
21
0,0096
23
22
0,009582
24
23
0,009564
25
24
0,009546
26
25
0,009528
27
26
0,00951

Diperoleh nA setelah 25 detik = 0,00951 gmole
Langkah 4 : Hitung Volum setelah 25 detik reaksi :
V = 0,75 – 25 nA
V = 0,75 – 25 (0,00951)
V = 0,51225 L


3)   Pada reaktor semi batch dengan reaksi
                               A         B        C
Dimana konsentrasi dalam gmol/liter dan kecepatan reaksi dalam gmol/liter.sekon. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk beraksi untuk mencapai konsentrasi maksimum B.


Kesetimbangan mol komponen pada keadaan unsteady-state:
        
                                                
tapi
                                          
dan
                                          
Dengan asumsi:
         
        
       
       
     Substitusi nilai numerik sehingga menghasilkan
     dimana nA=nB=nC=0 pada t=0.




Solusi menggunakan Metode Euler:
Langkah 1. Ubah persamaan differensial tersebut ke bentuk
maka          
Langkah 2. Ubah persamaan differensial tersebut ke bentuk Explicit Euler
maka
Langkah 3. Pilih Δt yang tepat untuk menyelesaikan persamaan differensial di atas, dengan
dan
Untuk Δt = 1 sekon


I
t
nA
nB
nC
VR
CA
CB
CC
0
0
0
0
0
50
0
0
0
1
1
10
0
0
60
0,166667
0
0
2
2
19,83333
0,166667
0
70
0,283333
0,002381
0
3
3
29,27972
0,720258
1,98E-05
80
0,365997
0,009003
2,48E-07
4
4
38,24411
1,755548
0,000344
90
0,424935
0,019506
3,82E-06
5
5
46,70676
3,291183
0,002056
100
0,467068
0,032912
2,06E-05
6
6
54,6898
5,302729
0,007472
110
0,49718
0,048207
6,79E-05
7
7
62,23587
7,743879
0,020254
120
0,518632
0,064532
0,000169
8
8
69,39531
10,55945
0,04524
130
0,53381
0,081227
0,000348
9
9
76,21889
13,69298
0,088125
140
0,544421
0,097807
0,000629
10
10
82,75403
17,09089
0,155089
150
0,551694
0,113939
0,001034
11
11
89,04308
20,70446
0,252455
160
0,556519
0,129403
0,001578
12
12
95,12289
24,4907
0,386416
170
0,559546
0,144063
0,002273
13
13
101,0249
28,41232
0,562826
180
0,561249
0,157846
0,003127
14
14
106,7755
32,43748
0,787065
190
0,561976
0,170724
0,004142
15
15
112,3968
36,53924
1,063957
200
0,561984
0,182696
0,00532
16
16
117,9072
40,69502
1,397736
210
0,561463
0,193786
0,006656
17
17
123,3219
44,88602
1,792042
220
0,560554
0,204027
0,008146
18
18
128,6534
49,09668
2,24994
230
0,559363
0,213464
0,009782
19
19
133,9118
53,31422
2,773959
240
0,557966
0,222143
0,011558
20
20
139,1057
57,52816
3,366126
250
0,556423
0,230113
0,013465
21
21
144,242
61,73002
4,028024
260
0,554777
0,237423
0,015492
22
22
149,3263
65,91292
4,760831
270
0,55306
0,244122
0,017633
23
23
154,3633
70,07137
5,56537
280
0,551297
0,250255
0,019876
24
24
159,3568
74,20102
6,442156
290
0,549506
0,255866
0,022214
25
25
164,3101
78,29846
7,39143
300
0,5477
0,260995
0,024638
26
26
169,2258
82,36103
8,413205
310
0,54589
0,265681
0,027139
27
27
174,106
86,38675
9,507292
320
0,544081
0,269959
0,02971
28
28
178,9525
90,37415
10,67333
330
0,54228
0,273861
0,032343
29
29
183,767
94,32218
11,91083
340
0,540491
0,277418
0,035032
30
30
188,5507
98,23018
13,21917
350
0,538716
0,280658
0,037769
31
31
193,3046
102,0977
14,59762
360
0,536957
0,283605
0,040549
32
32
198,0299
105,9247
16,04539
370
0,535216
0,286283
0,043366
33
33
202,7272
109,7111
17,56161
380
0,533493
0,288714
0,046215
34
34
207,3975
113,4572
19,14537
390
0,531788
0,290916
0,049091
35
35
212,0412
117,1632
20,79569
400
0,530103
0,292908
0,051989
36
36
216,659
120,8295
22,51159
410
0,528436
0,294706
0,054906
37
37
221,2514
124,4566
24,29205
420
0,526789
0,296325
0,057838
38
38
225,8189
128,045
26,13603
430
0,52516
0,297779
0,060781
39
39
230,3621
131,5954
28,04249
440
0,52355
0,299081
0,063733
40
40
234,8812
135,1084
30,01037
450
0,521958
0,300241
0,06669
41
41
239,3768
138,5845
32,03862
460
0,520384
0,301271
0,069649
42
42
243,8493
142,0245
34,1262
470
0,518828
0,30218
0,072609
43
43
248,2989
145,4291
36,27205
480
0,517289
0,302977
0,075567
44
44
252,7261
148,7988
38,47513
490
0,515768
0,303671
0,078521
45
45
257,1313
152,1343
40,73442
500
0,514263
0,304269
0,081469
46
46
261,5147
155,4364
43,04891
510
0,512774
0,304777
0,08441
47
47
265,8767
158,7057
45,41758
520
0,511301
0,305203
0,087342
48
48
270,2177
161,9429
47,83946
530
0,509845
0,305553
0,090263
49
49
274,5379
165,1485
50,31356
540
0,508404
0,305831
0,093173
50
50
278,8377
168,3233
52,83893
550
0,506978
0,306042
0,096071
51
51
283,1175
171,4679
55,41464
560
0,505567
0,306193
0,098955
52
52
287,3774
174,5829
58,03975
570
0,504171
0,306286
0,101824
53
53
291,6178
177,6689
60,71336
580
0,502789
0,306326
0,104678
54
54
295,839
180,7264
63,43459
590
0,501422
0,306316
0,107516
55
55
300,0413
183,7561
66,20256
600
0,500069
0,30626
0,110338
56
56
304,225
186,7586
69,01642
610
0,498729
0,306162
0,113142
57
57
308,3903
189,7344
71,87533
620
0,497404
0,306023
0,115928
58
58
312,5376
192,6839
74,77849
630
0,496091
0,305848
0,118696

Dari tabel di atas, didapat konsentrasi maksimum B adalah 0,306326 gmol/L pada saat t=53 sekon.
Berdasarkan tabel di atas dibuat grafik hubungan CB dengan t
Gambar 2.7 Hubungan antara konsentrasi B (CB) dengan waktu (t)

4. Untuk menghitung panjang lintasan bisbol yang dilempar dari bidang tengah  lapangan bisbol ke home plate (lihat gambar 1.1). Asumsikan bahwa outfielder melepaskan bola delapan meter di atas tanah dan bisbol yang memiliki kecepatan awal V0 yang memiliki sudut θ dengan horizontal. Ingatlah bahwa perjalanan bisbol melalui udara, udara akan menyebabkan gaya gesek pada bola menentang kecepatan bola. Kekuatan tarik dapat ditunjukkan bervariasi dengan kuadrat kecepatan. Keseimbangan gaya pada bola di kedua arah x dan y hasil dalam
dimana k adalah konstanta tarik, m adalah massa bola, ag adalah accelaration gravitasi, ay adalah accelaration bersih bola dalam arah y, dan ax adalah accelaration bersih bola dalam arah x. Perhatikan bahwa kV2 adalah gaya gesekan total dan bahwa Vx/V adalah komponen gaya gesekan dalam arah x. Kedua accelaration dari bola dan kecepatan bola yang berhubungan dengan laju perubahan terhadap waktu dari jarak, x dan y, yaitu,
persamaan yang dihasilkan adalah
dimana
                                                  
                                                  
                            pada t=0          
                                                  
Perhatikan, bahwa semua kondisi yang diketahui ditentukan pada satu kondisi waktu (yaitu, t = 0) dan dengan demikian ini merupakan kondisi awal dari masalah.
Untuk menemukan lintasan yang cocok untuk kondisi batas akan mewakili Boundary Value Problem (BVP).
a.                   Diasusmsikan reaktor Batch non-isotermal yang dioperasikan pada keadaan adiabatik (tidak ada pertukaran panas diantara rekator dengan lingkungan). Reaktor dapat dilihat pada gambar 4.7. Dalam reaktor terdapat reaksi campuran cairan dengan reaksi
  A           P
dimana r = kCA dan
CA adalah konsentrasi A, dan E adalah energi aktivasi dari reaksi, R adalah konstanta gas, dan T adalah temperatur absolut. Dimana reaktor diasumsikan teraduk sempurna, unsteady state kesetimbangan mol komponen A adalah
Karena volum reaktor, VR adalah konstan dan CA =nA/VR
                                                          
Unsteady state kesetimbangan energi
Dimana  adalah densitas dari campuran reaksi, Cp adalah panas kapasitas rata-rata dari campuran reaksi, dan adalah panas reaksi dalam fungsi temperatur. Jadi untuk dT/dt,
                                            
Persamaan ini kira-kira mendekati persamaaan 4.10 yang menjelaskan dimana konsentrasi A dan temperatur dalam sistem akan berubah terhadap waktu. Secara umum, panas reaksi tidak akan berpengaruh besar pada temperatur, sehingga persamaan 4.10 da  4.11 bisa menjadi
dimana T=T0 dan CA=CA0 pada saat t=0. Di bawah ini adalah contoh gabungan dari dua persamaan pada sistem orde pertama. Dua persamaan ini digabungkan karena dCA/dt adalah fungsi T sementara CA dT/dt juga dalam fungsi CA dan T.








8.4. PENUTUP
A.    KESIMPULAN
          Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling sederhana.Metode euler atau disebut juga metode orde pertama   karena persamaannya kita hanya mengambil sampai suku orde pertama saja.
Misalnya diberikan PDB orde satu,
                         = dy/dx = f(x,y) dan nilai awal y(x0) = x0
Persamaan metode Ueler yaitu :
                         yr = yr-1 + h * f(xr-1, yr-1)
           Pada metode Heun , solusi dari metode Euler dijadikan sebagai solusi perkiraan awal (prediktor), selanjutnya solusi  perkiraan awal diperbaiki dengan metode Heun (Corrector).
Persamaan metode euler yaitu:
                 
B.Soal Metode Euler
         1.Gunakan metode Euleruntuk menghitung nilai y pada x = 1
            jika:
yxdxdy2

                2.Tentukan x (2) dengan menggunakan Metode Euler (n = 4) untuk      
                      persamaan diferensial
                                
                                 Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCmbu0ynb3ROI0mp7AYhsg1kwRQ4cHcUmBtorMdBwfZp0tRIOB462QCx1KUvYJovrSd65bbHKf-tRsEJL9rNuWacLHiabcHvtv-JoboyrijUNdUiDc4J_9m1qYejiJN_0grIIrRIDs25Q/s1600/19.PNG bila diketahui syarat awal x
                        (1) = − 4
       






DAFTAR PUSTAKA

http://elista.akprind.ac.id/upload/files/9637_BAB_IIOK.pdf
Riggs., B., J. 1988. An Introduction To Numerical Methods For Chemical Enggineers. Texas Tech University Press, Texas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar