Jumat, 07 Juli 2017

pengantar metode numerik



MAKALAH  METODE NUMERIK
PENGANTAR METODE NUMERIK




Dosen Pembimbing
Dr.Ir.Baharuddin, MT

OLEH
KELOMPOK 1
KELAS B

                                                     M.Novrianda         
Viona Aulia Rahmi
Putri Gusti Yolanda
Nur Irfana Mardiyah

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA S1
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2017

BAB I
PENGANTAR METODE NUMERIK

Kompetensi :
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa:
1.      Mengenal berbagai model matematika yang sering ditemukan dalam bidang Teknik Kimia.
2.      Mampu mengidentifikasi kategori model-model matematika tersebut.

1.1.    Pendahuluan
Dalam ilmu Teknik Kimia kita mengenal berbagai persoalan atau permasalahan yang dimodelkan dengan persamaan matematika.Secara umum, teori berkembang hanya setelah pengamatan rinci dari suatu peristiwa. Dengan demikian, langkah yang kita lakukan dalam menyelesaikan rumusan suatu masalah yang selalu kualitatif yaitu langkah pertama biasanya melibatkan gambaran dari sistem yang akan dipelajari. Langkahkedua yaitumenyatukansemua informasifisik dan kimia yang terdapat pada kasus yang terjadi sehingga kita dapat mengetahui apakah sistem tersebut dalam kondisi steady state atau tidak.Langkahketigamemerlukanpengaturanturunandarielemenvolume terbatasatau diferensial. Kemudian menentukan kondisi batas untuk menyelesaikan persamaan differensial tersebut.
Pemodelan inilah yang membuat persamaan matematika dari kasus di teknik kimia dapat berupa persamaan linear maupun persamaan non liner.Untuk persamaan linear, mungkin tidak ada kendala yang signifikan dalam menyelesaikan persamaan tersebut.Jika seandainya persamaan itu membentuk sistem persamaan linear dan non linear yang rumit, maka metode numerik dapat menjadi tool yang lebih mudah dalam penyelesaiannyadibandingkan dengan metode analitik yang biasanya lebih membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan persamaan tersebut.
Dalam ilmu teknik kimia, beberapa kasus seperti neraca massa dan neraca energi, termodinamika, perpindahan panas, perpindahan massa, kinetika reaksi, pengendalian proses dan desain menghasilkan persamaan yang linear maupun non linear. Tabel 1.1 memperlihatkan beberapa kemungkinan tipepersamaan yang akan dihasilkan dari kasus teknik kimia.

Tabel 1.1.Tipe kasus teknik kimia dan persamaan yang dihasilkan
Kasus
Persamaan yang dihasilkan
Neraca massa dan energi
Sistem persamaan linear dan kadang – kadang sistem persamaan non linear
Termodinamika
Sistem persamaan aljabar nonlinear, Persamaan diferensial IVP (Initial Value Problem) dan BVP
(Boundary Value Problem)
Perpindahan Panas
Persamaan diferensial IVP (Initial Value Problem) dan BVP (Boundary Value Problem)
Perpindahan Massa
Persamaan diferensial IVP (Initial Value Problem) dan BVP (Boundary Value Problem)
Kinetika Reaksi
Sistem persamaan aljabar nonlinear, Persamaan diferensial IVP (Initial Value Problem) dan BVP
(Boundary Value Problem)
Pengendalian Proses
IVP (Initial Problem Value)
Desain
Optimasi

Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa kasus dalam teknik kimia secara umum menghasilkan persamaan aljabar linear dan non linear, serta persamaan diferensial yang sukar untuk diselesaikan secara analitik, jika dapat diselesaikan akan membutukan waktu yang relatif lama,disinilah metode numerik berperan dalam membantu kita untuk menyelesaikan persamaan-persamaan yang telah kita modelkan dari berbagai kasus dalam teknik kimia.  Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan persamaan dengan menggunakan metode numerik:
1.        Identifikasi persamaan yang akan kita selesaikan, apakah persamaan tersebut persamaan linear atau non linear.
2.        Setelah mengetahui jenis persamaannya, kita harus menentukan metode apa yang sesuai untuk menyelesaikan persamaan yang telah kita identifikasi tersebut.
3.        Implementasikan metode yang kita pilih untuk menyelesaikan persamaan tersebut.

1.2.      Berbagai Kasus Teknik Kimia dan Hasil Pemodelannya
Berikut ini akan diuraikan beberapa contoh kasus dari teknik kimia yang telah dimodelkan dan kadang sukar diselesaikan secara analitik.
1.2.1. Sistem Persamaan Linier
            Sistem persamaan linier dapat diselesaikan dengan metode langsung atau metode tidak langsung. Metode langsung terdiri dari metode eliminasi Gauss, metode eliminasi Gauss-Jordan, metode invers matriks dan metode dekomposisi LU. Metode tak langsungyaitu metode iterasi, yang terdiri dari metode iterasi Jacobi dan metode iterasi Gauss-Seidel, dimana dalam metode iterasi ini harus diberikan solusi awal (merupakan tebakan). Berikut ini merupakan salah satu contoh kasus dalam bidang teknik kimia yang diselesaikan dengan metode eliminasi gauss.
Gambar 1.1. Diagram alir salah satu proses teknik kimia
Dari gambar tersebut diketahui bahwa umpan berupa zat A murni dialirkan dengan laju alir 100 kmol/jam untuk menghasilkan suatu produk. Kendala yang dihadapi dalam proses tersebut yaitu
1.      80% dari A dan 40% dari B di dalam alur 2 didaur ulang (recycle).
2.      Perbandingan mol A terhadap mol B di dalam alur 1 adalah 5:1
Tentukan laju alir molartiap komponen pada tiap unit!
Neraca massa (dalam kmol/jam):
Di sekitar pencampur:
NA1= NA3+ 100 atau: NA1NA3= 100                                                       (1.1)
NB1 = NB3atau: NB1NB3= 0                                                                    (1.2)
(NA1 menyatakan laju alir molar A di dalam alur 1, dst.)
Di sekitar reaktor:
NA2= NA1r atau: NA1+ NA2+ r = 0                                                      (1.3)
NB2 = NB1+ r atau: NB1+ NB2r = 0                                                     (1.4)
(r menyatakan laju reaksi)
Di sekitar pemisah:
NA3 + NA4= NA2atau: NA2+ NA3+ NA4= 0                                               (1.5)
NB3+ NB4= NB2atau: NB2+ NB3+ NB4= 0                                                (1.6)
Berdasarkan kendala 1:
NA3= 0,8 NA2 atau: 0,8 NA2+ NA3= 0                                                     (1.7)
NB3= 0,4 NB2atau: 0,4 NB2+ NB3= 0                                                      (1.8)
Berdasarkan kendala 2:
NA1 = 5 NB1atau: NA15 NB1= 0                                                              (1.9)
Berdasarkan penjabaran neraca massa di atas, dihasilkan 9 buah persamaan linier dengan 9 variabelyang tak diketahui (yakni NA1, NB1, NA2, NB2, NA3, NB3, NA4, NB4, dan r).
Dengan demikian, terbentuk sistem persamaan linier yang dapat diselesaikan secara simultan!
Persamaan-persamaan tersebut kemudian diubah kedalam bentuk matriks untuk mendapatkan nilai variabel yang tidak diketahui.
            Contoh soal:
Untuk membuat 1000 kg campuran asam yang mengandung 60% H2SO4 ; 32% HNO3 ; 8% H2O dengan cara mencampur
a)    spent acid yang mengandung 11,3% HNO3 ; 44,4% H2SO4 ; 44,3% H2O
b)    90% HNO3
c)    98% H2SO4
semua dalam % berat.
Hitunglah jumlah masing – masing dari ketiga asam tersebut yang diperlukan?

Neraca Massa
akumulasi = input – output + generasi
akumulasi = 0, generasi = 0
maka
0 = input – output
input = output
Misalkan massa masuk di (a) = A, massa masuk di (b) = B, massa masuk di (c ) = C
H2SO4    input = output
input =     600
massa di (a) + massa di (b) + massa di (c ) = 600
A x 44,4% + B x 0 % + C x 98% = 600
0,444A+0,98C = 600 … 1)
HNO3    input = output
input =     320
massa di (a) + massa di (b) + massa di (c ) = 320
A x 11,3% + B x 90 % + C x 0% = 320
0,113A+0,9B = 320 … 2)
H2O  input = output
input =     80
massa di (a) + massa di (b) + massa di (c ) = 80
A x 44,3% + B x 10 % + C x 2% = 80
0,443A+0,1B+0,02C = 80 … 3)

1.2.2.Sistem Persamaan Non Linear
            Persamaan non linear dapat diselesaikan dengan metode Newton seperti kasus dibawah ini.Suatu kondisi reaksi menggambarkan reaksi kompleks untuk fase liquid seperti reaksi berikut:
Dimana
r1 = k1 CA (gmol/liter sekon)                                                                     (1.10)
                                                                                              (1.11)
                                                                                                 (1.12)
                                                                                                 (1.13)
Dimana
Reaktor tangki berpengaduk digunakan untuk suatu sistem reaksi seperti pada Gambar 2. Volume reaktor (VR) adalah 100 liter dan laju alir umpan Q sebanyak 50 liter/sec dengan konsentrasi komponen A = 1 mol/liter. Reaktor tangki berpengaduk di atur pada kondisi steady state dan sistem diasumsikan berada pada kondisi isotermal. Neraca massa dari sistem reaksi tersebut yaitu:
                        Keluaran = Masukan   + Yang terbentuk - Yang bereaksi
(Komponen A) CAQ = CAoQ                + VR(rs)             - VR(r1 + r2)     (1.14)
(Komponen B) CBQ = 0                       + VR(2r1)           - VR(r4)              (1.15)
(Komponen C) CCQ = 0                       + VR(r2 + r4)        - VR(r3)              (1.16)
(Komponen D) CDQ = 0                      + VR(r4)             -  0                   (1.17)
Gambar 1.2. Salah satu contoh proses dalam tangki berpengaduk

Tahap selanjutnya susun persamaan nonlinear seperti dibawah ini:
                               (1.18)
 = 0                                                              (1.19)
                                                            (1.20)
                                                                             (1.21)
Selanjutnya laju alir masing-masing komponen dapat dicari dengan menggunakan metode Newton.

1.2.3. Integrasi
   Dalam beberapa fenomena, model matematika dapat dinyatakan dalam bentuk integral, yaitu suatu persamaan dimana variabel yang ingin diketahui termuat dalam integrand persamaan integral tersebut.Namun pada beberapa integral tentu tidak dapat diselesaikan secara metode analitik dengan teknik-teknik pengintegralan yang telah dipelajari pada tingkat awal. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa integral tentu  menyatakan luas daerah dibawah fungsi f(x) pada interval a ≤ b. Ini berarti, integrasi numerik merupakan suatu cara untuk menghitung aproksimasi luas daerah di bawah fungsi yang dimaksud pada selang yang diberikan. Solusi angka yang didapatkan dari integrasi numerik adalah solusi yang mendekati nilai sebenarnya solusi pendekatan (approximation) dengan tingkat ketelitian yang kita inginkan. Karena tidak tepat sama dengan solusi sebenarnya, ada selisih diantara keduanya yang kemudian disebut galat atau error. Dalam bidang teknik kimia salah satu contoh penggunaan integrasi ini ditemukan dalam menentukan jumlah total energi yang dibutuhkan.
Menghitung panas dibutuhkan dalam rekayasa petro maupun oleokimia. Aplikasinya cukup sederhana namun membutuhkan suatu penghitungan. Permasalahanyang sering ditemukan adalah dalam menentukan jumlah dari panas yang dibutuhkan untuk meningkat temperatur dari suatu material. Karakteristik yang dibutuhkan dalam menentukannya adalah kapasitas panas c. Parameter ini merepresentasikan jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan tiap satuan massa terhadap satuan temperatur. Jika c konstan, dibutuhkan data ΔH (dalam kalori), sehingga dapat dihitung
ΔH = m c ΔT                                                                                            (1.18)
Dimana
c = kapasitas panas (cal/g °C)
m = massa (g)
T = perubahan temperatur (°C)
Sebagai contoh, jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 20 g air dari 5 hingga 10 °C sama dengan
ΔH = 20(1) (10 – 5) = 100 cal
Dimana kapasitas panas dari air 1 cal/g°C. Perubahan temperatur bisa diabaikan jika ΔT sangat kecil. Namun untuk perubahan temperatur yang besar, kapasitas panas tidak konstan, karena kapasitas panas dipengaruhi temperatur. Sebagai contoh, kapasitas panas dari material dapat meningkat dengan temperatur
c(T) = 0,132 + 1,56 x 10-4 T + 2,64 x 10-7 T2                                            (1.19)
Dalamkasus ini, panas yang dibutuhkan harus dihitung untuk meningkatkan suhu 1000 g material dari -100 ke 200 °C.
Penyelesaian:
Persamaan (1.20) merupakan suatu cara untuk menghitung nilai rata-rata dari c(T)
                                                                                        (1.20)

Kemudian substitusikan persamaan (1.20)ke dalam persamaan (1.18) sehingga diperoleh
                                                                                (1.21)
Dimana ΔT = T2 – T1
Sekarang karena untuk kasus ini c(T) adalah kuadratik sederhana,ΔH dapat ditentukan secraa analisis. Persamaan (1.19) dan hasilnya diintegrasikan untuk menghasilkan nilai yang pasti dari ΔH = 42,732 cal. Hal ini berguna dan instruktif untuk membandingkan hasil ini dengan metode numerik yang dikembangkan. Untuk mencapai hal tersebut, perlu untuk menghasilkan tabel nilai c untuk berbagai nilai T seperti pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2.Perbandingan nilai c pada berbagai suhu (T)
T (°C)
c (cal/g °C)
-100
0,11904
-50
0,12486
0
0,13200
50
0,14046
100
0,15024
150
0,16134
200
0,17376

Titikini dapat digunakanuntuk mengetahui hubungan T terhadap c dengan menggunakanMetodaSimpsonuntuk menghitungperkiraanintegral dariΔH = 42,732 cal. Hasil inidapatdisubstitusikan kepersamaan(1.19)untuk menghasilkannilaiΔH=42.732cal, yangsama persisdengan solusianalitis. Carainisebenarnyatidak mementingkan bagaimanatiap bagian dalam metoda Simpsondigunakan. Ini diharapkan karenacadalah fungsikuadrat danMetodaSimpsontepatuntuk polynomial urutanketigaatau kurang.

1.2.4.    Persamaan Differensial (Kasus IVP)
            Initial Value Problem(IVP) merupakan materi yang penting untuk dipelajari oleh mahasiswa teknik.KelasterbesarIVPadalahmasalahsementarayaitu, variabel-variabel dependenberubah terhadap waktu.Salah satu contoh permasalahan yang bisa diselesaikan dengan IVP dalam bidang teknik kimia adalah variasi konsentrasisebagaihasilreaksi dalamreaktor batch.Initial value problem dapat dibagi 3, yaitu:
1.      Single First Order ODE
2.      Systems of Coupled First Order ODE
3.      Initial Value Partial Diffrential Equations
Berikut ini merupakan contoh kasus initial value partial differential equations. Diasumsikan reaktor batch non-isotermal yang dioperasikan pada keadaan adiabatik (tidak ada pertukaran panas diantara reaktor dengan lingkungan).Reaktor dapat dilihat pada Gambar. Dalam reaktor terdapat reaksi campuran cairan dengan reaksi
  A           P
dimana r = kCA dan
                                                                                         (1.22)
CA adalah konsentrasi A, dan E adalah energi aktivasi dari reaksi, R adalah konstanta gas, dan T adalah temperatur absolut. Dimana reaktor diasumsikan teraduk sempurna, unsteady state kesetimbangan mol komponen A adalah
                                                             (1.23)   
Karena volum reaktor(VR) adalah konstan dan CA = nA/VR maka
                                                                                 (1.24)
Diketahui kondisi unsteady state, sehingga:
                                                                          (1.25)
Dimana ρ adalah densitas dari campuran reaksi, Cp adalah panas kapasitas rata-rata dari campuran reaksi, dan ΔHR adalahpanas reaksi dalam fungsi temperatur. Jadi untuk dT/dt,
                                                                        (1.26)
Persamaan ini kira-kira mendekati persamaaan yang menjelaskan dimana konsentrasi A dan temperatur dalam sistem akan berubah terhadap waktu. Secara umum, panas reaksi tidak akan berpengaruh besar pada temperatur, sehingga persamaan
                                                                                 (1.27)
dan
                                                                        (1.28)

Menjadi

                                                                                                               (1.29)
                                                                                   (1.30)
dimana T=T0 dan CA=CA0 pada saat t=0.

Termodinamika
Termodinamika termasuk salah satu kasus IVP. Hukum termodinamika pertama sebagai berikut.
dU = dQ + dW                                  (1)
dimana, dW dan dQ didefinisikan sebagai berikut
dW = –PdV                                        (2)
dQ = TdS                                           (3)
dari persamaan di atas, subsitusi persamaan (2) dan (3) ke dalam persamaan (1), kita dapatkan persamaan fundamental pertama:
Persamaan fundamental#1
du = Tds- pv                 (4)
                                  ( 4)                                                d
 
Persamaan fundamental pertama merupakan gabungan dari hukum termodinamika pertama dan hukum termodinamika kedua yang berkaitan dengan entropi (S). Selain ini, kita masih memiliki entalpi (H), energi bebas Helmholtz (A) dan energi bebas Gibbs (G).
Entalpi merupakan sifat termodinamika yang didefinisikan sebagai berikut
H = U + PV                                         (5)
Perubahan entalpi dapat dinyatakan dalam bentuk diferensial dari persamaan (5)
dH = dU + d(PV)                               (6)
d(PV) = PdV + VdP                           (7)
Subsitutsi persamaan (7) ke dalam persamaan (6) lalu bawa persamaan (4) masuk ke dalam persamaan (6) sehingga kita mendapatkan persamaan sebagai berikut:
dH = TdS – PdV + PdV + VdP          (8)
Dh= Tds + Vdp         (            9)                                            d
Persamaan fundamental#2
Persamaan (8) disederhanakan menjadi persamaan berikut:
 

Energi bebas Helmholtz didefinisikan sebagai berikut
A = U – TS                                          (10)
Perubahan energi bebas Helmholtz dapat dinyatakan dalam bentuk diferensial dari persamaan (10)
dA = dU – TdS – SdT                        (11)
Subsitutsi persamaan (4) ke dalam persamaan (11) sehingga kita memperoleh persamaan berikut
dA = TdS – PdV – TdS – SdT        (12)
Persamaan (12) disederhanakan lebih lanjut sehingga kita memperoleh definisi perubahan energi bebas Helmholtz sebagai berikut
dA= sdT + dpV         ( 13)                                         d
Persamaan fundamental#3
 
Energi bebas Gibbs didefinisikan sebagai berikut
G = H – TS                           (14)
Perubahan energi bebas Gibbs dapat dinyatakan dalam bentuk diferensial dari persamaan (14)
dG = dH – TdS – SdT                      (15)
Dengan menggunakan persamaan (9), persamaan (15) menjadi
dG = TdS + VdP        – TdS – SdT    (16)
Persamaan fundamental#4
dG= VdP + sdT       (  17)                                         d
Persamaan (16) disederhanakan lebih lanjut sehingga kita memperoleh definisi perubahan energi bebas Gibbs sebagai berikut
           
Kita sekarang memiliki empat buah persamaan fundamental, yaitu persamaan  (4), (9), (13) dan (17). Empat persamaan tersebut terkadang disebut juga persamaan Gibbs. Dari empat persamaan ini, kita dapat mengubah “sifat yang tak terukur” menjadi “sifat yang terukur” dengan bantuan sedikit konsep dari ilmu matematika.

dU = TdS – PdV                                               (4)
dH = TdS + VdP                                               (9)
dA = – SdT – PdV                                            (13)
dG = VdP – SdT                                               (17)
Df =  dx +  X   dy               (18)
Misalkan kita memiliki F sebagai fungsi x dan y, atau secara matematis ditulis F = (x,y). Maka turunan total dari F adalah:


Persamaan (18) dapat juga ditulis sebagai berikut
dF = M dx + N dy                                            (19)
M =  y                  N  x             
dimana,


   y                   N  x                (20)      
Ruas kanan persamaan (18) dapat disebut sebagai persamaan diferensial eksak bila


Persamaan (20) ini disebut sebagai kriteria eksak (the criterion of exactness). Kriteria ini akan sangat membantu dalam menurunkan sifat termodinamika dan mengubah persamaan dari “sifat yang tak terukur” menjadi “sifat yang terukur”
Maxwell (nama orang) menggunakan kriteria persamaan diferensial eksak untuk mengubah empat persamaan fundamental tadi. Mari kita panggil kembali persamaan (4) lalu kita runut bagaimana Maxwell mengotak-atik persamaan fundamental tadi.
dU = TdS – PdV                                      (4)
  • Kita anggap volume konstan (dV = 0) pada persamaan (4), sehingga kita mendapatkan
 T =  ( )v                                              (21)
  • Kita anggap entropi konstan (dS = 0) pada persamaan (4), sehingga kita mendapatkan
 -P =  ( )s                                (22)
  • Maxwell relation
)s  =  )v            (23)
Kita substitusikan persamaan (21) dan (22) ke dalam persamaan (23) sehingga kita memperoleh persamaan sebagai berikut:
( )s   =  - ( )v                                  (24)

Catatan: Persamaan (23) merupakan aturan baku bernama Hubungan Resiprokal Maxwell (Maxwell reciprocity relationship)
Dengan tiga langkah di atas (langkah a, b dan c) kita bisa mendapatkan tiga persamaan Maxwell lainnya dengan cara mengotak atik persamaan fundamental. Empat persamaan di bawah ini merupakan bekal kita untuk mengubah sifat yang tak terukur menjadi sifat yang terukur. Kita simpan dulu empat persamaan di bawah ini.
dU = TdS  – PdV                      ( )s  =  - ( )v        (25)
dH = TdS  + VdP                     ( )s   =    ( )p        (26)
dA = -PdV – SdT                     ( )v   =   ( )t          (27)
dG  = VdP – SdT                      ( )p   =  ( )t          (28)
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, Cp dan Cv merupakan sifat termodinamika yang dapat diukur. Berikut adalah hubungan antara Cp dan Cv dengan entalpi (H), energy dalam (U) dan entropi (S).
Cp     =  ( )p              (29)
Cp/T  =  ( )p              (30)
Cv     =  ( )v              (31)
Cv/T  =  ( )v  (32)
1.2.5.Persamaan Differensial (Kasus BVP)
Boundary value problem (BVP)merupakan persamaan diferensial yang bergantung pada kondisi batas yang ditetapkan. Misalnya satu dimensi umum persamaan orde kedua dapat ditulis sebagai:
F( d2y / dx2 , dy/dx ,y ,x ) = 0                                                                        (1.31)
Untuk menyelesaikan masalah ini dua kondisi batas harus diketahui. Biasanya kondisi batas adalah suatu bentuk yang lebih sederhana misalnya :

x = x0       y = y0                                                                                           (1.32)
x = x0       = 0                                                                                           

BVP sering digunakan untuk menjelaskan sistem rekayasa. Contoh analisis keadaan stabil BVP tentang distribusi temperatur,medan aliran potensial,difusi yang mengalir dalam suatu manifold. Untuk setiap contoh kecuali aliran di manifold maka persamaan pengatur mengurangi persamaan Laplace ketika sifat fisik dari sistem yaitu konduktifitas thermal, viskositas, koefisien difusi dan konduktifitas listrik masing-masing diasumsikan konstan. Misalnya dalam kasus distribusi temperatur satu dimensi mapan dengan konduktifitas panas konstan, persamaan diferensial dapat berkurang menjadi:
                                                                                                      (1.33)
Untuk geometri tertentu dalam kondisi batas yang ideal solusi analitik dapat dirumuskan, pada kenyataannya Carslaw dan Jeager telah mengumpulkan sejumlah solusi analitik untuk persamaan Laplace.Jenis geometri dipertimbangkan untuk persegi panjang, silinder, kerucut,dan bola sementara kondisi biasanya terbatas pada permukaan isolasi atau permukaan dinilai konstan.
Solusi dari kasus BVP diperoleh dalam bentuk berikut:
                                                                                                  (1.34)
Kasus boundary value problem dapat diselesaikan dengan Direct methode seperti contoh berikut. Dalam bagian sebelumnya perkiraan beda hingga persamaan differensial pengatur tersebut diselesaikan secara iterasi. Dalam bagian ini perkiraan beda hingga persamaan differensial yang mengatur untuk setiap titik node akan dipecahkan secara simultan. Untuk menggambarkan pendekatan ini, pertimbangkan contoh pengantar dengan nilai numerik sebagai berikut :
ri   =  0,05 meter
r0  = 0,15 meter
Th = 200 0 C
TC = 80 0 C
         K = 0,0418  Kj / sec 0. K.m
Maka kita pertimbangkan 11 poin node sehingga delta r sebesar 0,005m. Pertama, mengganti pendekatan beda hingga kedalam persamaan (1.35) sebagai berikut :
 +                                                                                          (1.35)
Dan mengumpulkan seperti hal Ti+ 1 , Ti , Ti-1 :
      ( ) Ti-1 – ( ) Ti + ( ) Ti-1    = 0                                   (1.36)

Dimana i dapat memiliki nilai 2-10 , dimana i = 1 dan i = 11 adalah titik batas. Untuk i = 2 nilai Ti-1 adalah batas Th titik, sehingga pada i = 2 hasil persamaan:
( ) T3- ( ) – T2 + ( ) Tk   = 0                       (1.37)    
Juga untuk i = 10 , T1+1 adalah Tc maka :
( ) Tc- ( ) – T10 + ( ) T9   = 0                                 (1.38)
Jika Tc dan Th diketahui, maka nilai lain adalah konstan. Ada sembilan persamaan linier dan sembilan diketahui (yaitu Ti, i= 2,10).
Perpindahan Panas
Perpindahan panas termasuk salah satu kasus dari BVP. Efektivitas alat penukar perpindahan kalor maksimum
1.      mh . Cph  = Ch = Cmin  maka  = (Thi – Tho / Thi – Tci)
2.      mc . Cpc  = Cc = Cmin  maka  = (Tci – Tco / Thi – Tco)
secara umum efektivitas  dapat dinyatakan dengan :
                =


1.2.6.Optimasi
Para engineer dalam bidang petro maupun oleokimia seringkali menghadapi permasalahan umum dalam merancang wadah untuk memindahkan liquid ataupun gas. Misalkan Anda diminta untuk menentukan dimensi dari tangki silinder yang berukuran kecil untuk memindahkan limbah beracun yang akan dipasang di bagian belakang sebuah truk pickup. Secara keseluruhan, tujuan dari merancang tangki tersebut untuk meminimalisir biaya pembuatan tangki. Akan tetapi, disamping biaya, kita juga harus memastikan dimensi yang dirancang memenuhi kapasitasyang diperlukan dan tidak melebihi dimensi bagian belakang truk. Perlu juga diperhatikan ketebalan tangki yang dirancang harus memenuhi spesifikasi yang tentukan karena tangki tersebut merupakan wadah untuk limbah beracun. Skemadari tangkidan pelindungnyaditunjukkan pada gambar. Seperti dapat dilihat, tangkiterdiridari sebuah silinderdengan tutup bagian atas dan bawah dilas.
Penghitungan biayatangkimelibatkan duakomponen: 1. biaya bahan, yang didasarkan pada berat, dan2. Beban pengelasan berdasarkan panjang alasan. Perhatikan bahwa yang terakhir melibatkan pengelasan baik interior dan eksterior lapisan dimana lempeng terhubug dengan slinder. Data uang diperlukan untuk problem tersebut diringkas dalam tabel.

Gambar 1.3. Tangki
Tabel 1.4.  Parameter untuk menentukan dimensi optimal dari tangki berbentuk silinder yang berfungsi untuk memindahkan limbah beracun
Parameter
Simbol
Nilai
Satuan
Volume yang dibutuhkan
Vo
0,8
m3
Ketebalan
T
3
Cm
Densitas
Ρ
8000
kg/m3
Panjang selimut
Lmax
2
M
Lebar selimut
Dmax
1
M
Biaya material
Cm
4,5
$/kg
Biaya pengelasan
cw
20
$/m
Penyelesaian:
Tujuandari contoh kasus ini adalahuntuk merancangtangkidenganbiaya minimum. Biaya iniberhubungan denganvariabel desain(panjang dan diameter) karena mereka mempengaruhimassatangki danpanjanglas. Selanjutnya, masalah initerkendala karenatangki harus(1) sesuai dengan ukuranbak trukdan(2) membawavolume material yang diperlukan.
Biaya terdiri dari biaya bahan pembuatan tangki dan biaya pengelasan. Sehingga tujuan dari meminimalisir biaya tersebut dapat dirumuskan menjadi
C = cm m + cwlw                                                                                                                      (1.39)
Dimana C = biaya ($), m = massa (kg), lw = panjang pengelasan (m), serta cm dan cw = faktor biaya untuk massa material yang digunakan ($/kg) dan panjang pengelasan ($/m).
Selanjutnya, rumuskan bagaimana massa dan panjang pengelasan dihubungkan ke dimensi dari tangki yang akan dirancang. Pertama, massa dapat dihitung karena volume material dapat diketahui dari sensitas material. Volume material digunakan untuk membuat bagian samping dari tangki (berbentuk silinder) dengan rumus berikut:
Volume untuk piringan bundar dapat dihitung
Kemudian, massa material dihitung dengan persamaan
                             (1.40)
dimana ρ = densitas (kg/m3)
panjnag pengelasan untuk tiap piringan sama dengan keliling bagian dalam dan luar lingkaran. Untuk kedua piringan tersebut, total panjang pengelasan menjadi
                                         (1.41)
masukkan nilai D dan L (ingat bahwa nilai ketebalan t adalah tetap), persamaan (1.39) sampai  (1.41)digunakan untuk menghitung biaya. Persamaan (1.40) dan(1.41) disubstitusikan ke persamaan untuk membuat persamaan non linear yang tidak diketahui. Selanjutnya,dapatdirumuskankendala dalam contoh kasus. Pertama,kita harusmenghitungberapa volumetangkiyang dibutuhkan.
Nilai ini harus sama dengan volume yang diinginkan.Salah satu kendala dalam contoh kasus tersebut adalah
Dimana Vo adalah volume yang diinginkan (m3)
Kendalaselanjutnyadiselesikan denganmemastikan bahwatangkiakan cocokdalamdimensibak truk.
L ≤ Lmax
D ≤ Dmax

Problem dari contoh kasus ini menjadi lebih spesifik. Substitusikan nilai dari Tabel 1.4, kemudian dapat disimpulkan bahwa
Cmax = 4,5m + 20lw

L ≤ 2
D ≤ 1
dimana
dan
lw = 4π (D + 0,03)
Masalahsekarang dapatdiselesaikan dalambeberapa cara. Namun, pendekatan yang sederhana untukmasalahsebesar iniadalah dengan menggunakankomputer (Excell).Untuk kasusyang ditampilkan,kita memasukibatas atasuntuk Ddan L.Untuk kasus ini, volumelebihdari yang dibutuhkan(1,57>0,8)

1.3. Penutup
Metode Numerik adalah suatu metode yang digunakan untuk membantu dalam menyelesaikan persamaan-persamaan permodelan dari berbagai kasus khususnya di teknik kimia. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menggunakan metode numeric yaitu :
1. Identifikasi persamaan yang akan kita selesaikan, apakah persamaan tersebut   persamaan linier atau non linier.
2. Setelah mengetahui jenis persamaannya, kita harus menentukan metode apa yang sesuai untuk menyelesaikan persamaan yang telah kita identifikasi tersebut.
3. Implementasikan metode yang kita pilih untuk menyelesaikan persamaan tersebut.
 Didalam penggunaan metode numeric ini, ada beberapa kasus persamaan datau permodelan yang dapat diselesaikan dengan beberapa metode yang terdapat dalam metode numerik yaitu :
1. Sistem persamaan linier
2. Persamaan non linier
3. sistem persamaan non linier
4. Integrasi
5. Persamaan differensial kasus IVP
6. Persamaan differensial kasus BVP
7. Optimasi





























DAFTAR PUSTAKA
Budi Nur Iman. 1999. Modul Metode Numerik. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. ITS
Chapra, S.C., and Canale, R.P.  1998,  Numerical Methods for Engineers .  McGraw-Hill.
Kubicek, Milan. et al. 2005., Numerical Methods And Algorithms. Praha
Mark E. Davis. 2001., Numerical Methods & Modeling for Chemical Engineers. John Miley and Sons. California Isnstitute of Technology.
Riggs, B.J.,1988. An introduce to numerical methods for chemical engineers. Texas Tech Unviversity Press, Texas.
Suryadi H.S., Pengantar Metode Numerik, Seri Diktat Kuliah, Gunadarma, 1990.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar